Membuat
klasifikasi anak yang berkesulitan belajar memang tidaklah mudah, karena
kesulitan belajar merupakan kelompok kesulitan yang sangat heterogen. Betapapun
sulitnya, namun pengklasifikasian tetap diperlukan untuk menentukan tindakan
berikutnya. Secara garis besar kesulitan belajar dapat dikelompokkan ke dalam
dua kelompok, yaitu:
1.
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental
learning disabilities), mencakup:
·
Gangguan motorik dan persepsi;
·
Kesulitan belajar bahasa dan komunikasi;
·
Kesulitan belajar dalam
penyesuaian perilaku sosial.
2. Kesulitan belajar akademik (academic learning
disabilities), mencakup:
·
Kegagalan pencapaian prestasi
akademik sesuai kapasitas yang dimilikinya;
·
Penguasaan ketrampilan membaca,
menulis, dan berhitung.
Kesulitan
belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal
menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik. Sementara, kesulitan
belajar yang bersifat perkembangan umumnya sulit diketahui karena tidak adanya pengukuran-pengukuran
yang sistematik seperti dalam pengukuran kesulitan belajar akademik. Kesulitan
belajar yang berhubungan perkembangan sering tampak sebagai kesulitan belajar
yang disebabkan karena tidak dikuasainya “ketrampilan prasarat” (prerequisite skill), yaitu ketrampilan
yang harus dikuasai lebih dulu agar dapat menguasai bentuk ketrampilan
berikutnya.
Mengenal
Dinamika Kerja Otak
Ratusan, bahkan mungkin ribuan,
buku tentang otak sudah diterbitkan selama 12-15 tahun terakhir, barangkali
lebih banyak ketimbang gabungan dari beberapa dekade sebelumnya. Tidak
diragukan lagi, pendidikan ingin mempelajari sebanyak mungkin cara kerja otak
sebagai kajian pribadi di waktu luangnya yang terbatas. Bagaimanapun, guru
bertanggung jawab terhadap 20-150 otak muda setiap harinya di sekolah. Meskipun
demikian, orang bisa saja bertanya: “Apakah pendidik benar-benar perlu memahami
cara kerja otak untuk menjadi guru yang efektif?” Barangkali tidak, karena ada
guru yang secara alamiah membangkitkan gairah dan mendukung kegembiraan belajar
pada anak-anak. Seorang guru bisa memiliki segudang informasi tentang fungsi
otak dan tetap saja tidak efektif. Meskipun demikian, guru yang paling sukses
sekalipun bisa memanfaatkan pemahaman dasar tentang cara kerja otak untuk menjawab
sejumlah pertanyaan yang membingungkankan tentang mengapa teknik pengajaran
tertentu efektif atau tidak. Dalam buku Multimind: A New Way of Looking at
Human Behavior, Robert Ornstein (1986) menggambarkan beberapa cara
pembelajaran sebagai sistem operasi alamiah otak. Ia tidak berbicara tentang
kecerdasan majemuk, yang diperkenalkan pertama kali oleh Howard Gardner (1983)
dalam Frames of Mind. Tetapi, Ornstein, yang merupakan psikolog dan
pakar neurobiologi, menganggap otak sebagai organ biologis dengan sistem
majemuk yang berhubungan dengan struktur otak. Ornstein lebih jauh membahas
“kemajemukan pikiran” (multiminds) manusia dari beberapa sudut pandang.
Ia mengibaratkan setiap individu sebagai satu ruang berisi sekelompok orang
yang bertindak otomatis dan tanpa sadar, kerap tanpa pengarahan dan persetujuan
semua anggota kelompok. Ia menggambarkan pelbagai pusat kontrol dan pelbagai
jenis ingatan yang dikaitkan dengan setiap “pikiran”. Menurut Ornstein,
“Beberapa orang (dalam kelompok tersebut) belajar dengan baik melalui
pengulangan; beberapa orang memiliki ingatan kuat untuk nama-nama, ada yang
mengingat orang, ada juga yang mengingat tampat; beberapa orang mengingat
percakapan; beberapa yang lain lupa urusan dan tugas; beberapa orang bisa
mengingat informasi yang tepat pada saat yang tepat. Semua itu adalah kemampuan
mental yang jelas terpisah, dan setiap individu memiliki aneka kemampuan itu
dengan kombinasi sendiri-sendiri.
Sistem pembelajaran dipandu oleh
kode genetik, akan tetapi – dan disinilah para pendidik berperan – sistem ini
dipengaruhi oleh input lingkungan dalam membentuk pola respons atau
perilaku mendetail. Dengan demikian, guru memainkan peran penting dalam
perkembangan aneka sistem pembelajaran anak.
Mengenal
Sistem Pembelajaran Emosional , Sosial , Kognitif dan Fisik
Sistem
ini diperkenalkan karena jika guru tidak menciptakan iklim kelas yang kondusif
bagi keamanan emosional dan hubungan pribadi untuk siswa, anak-anak tidak akan
belajar secara efektif dan bisa sepenuhnya menolak pendidikan. Guru yang
memupuk sistem emosional berfungsi sebagai mentor bagi siswa dengan
menunjukkan antusiasme yang tulus terhadap anak didik, dengan membantu siswa
menemukan hasrat untuk belajar, dengan membimbing mereka mewujudkan target
pribadi yang masuk akal, dan dengan mendukung mereka dalam upaya untuk menjadi
apa pun yang bisa mereka capai. Jelas, pelajaran perlu menarik, menantang,
relevan, berkaitan dengan apa yang sudah diketahui siswa, dan bisa dicapai,
atau berada dalam ”Zona Perkembangan Proksimal” Vygotsky (1978) – yaitu siswa dapat
menyelesaikan tugas secara mandiri dengan mempelajari kemampuan tersebut
dibantu oleh guru, sesama siswa, atau orangtua. Jika pelajaran memenuhi semua
kriteria ini, kecemasan akademis diperkecil, dan sistem emosional – serta siswa
itu sendiri – siap untuk belajar. Kecenderungan alamiah sistem pembelajaran
sosial adalah hasrat untuk menjadi bagian dari kelompok, untuk dihormati,
dan untuk menikmati perhatian dari yang lain. Jika sistem emosional bersifat
pribadi, berpusat pada diri, dan internal, maka sistem sosial berfokus pada
interaksi dengan orang lain atau pengalaman interpersonal. Dalam hal ini, Rita
Dunn dan Kenneth Dunn (1992, 1993) – perintis dalam riset gaya belajar –
menyatakan sistem sosial sebagai satu dari lima wilayah gaya belajar. Riset Dunn
berfokus pada keinginan siswa untuk bekerja sendirian, dengan satu orang lain,
di dalam kelompok kecil atau besar, dan dengan orang dewasa yang menyenangkan
atau ”pintar” sebagai ”unsur dari bidang sosial”. Kebutuhan sosial siswa
memaksa pendidik untuk mengelola sekolah menjadi komunitas pelajar, tempat guru
dan murid bisa bekerja sama dalam tugas pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah yang nyata. Di dalam komunitas pelajar, guru dan murid saling
berhubungan sebagai satu struktur mirip keluarga, dan anak-anak menerima
penghargaan dan perhatian untuk kelebihan mereka, apapun kelebihan itu. Guru
berkolaborasi dengan siswa sebagai mitra setara dalam petualangan memecahkan
masalah, alih-alih sebagai gudang informasi yang menyimpan dan membagikan
jawaban. Sistem sosial otak belajar untuk berkontribusi terhadap pengambilan
keputusan nyata oleh orang-orang lintas usia, ras, budaya, etnis, kemampuan
intelektual, dan kecakapan akademis, atau sebaliknya, ia belajar untuk
memandang perbedaan sebagai kekurangan. Di sinilah letak satu lagi peran
penting guru – meningkatkan toleransi dan pemahaman akan perbedaan. Sistem
pembelajaran kognitif otak paling banyak menerima perhatian karena sistem ini
berhubungan dengan membaca, menulis, berhitung, dan semua aspek lain dalma
pengembangan kecakapan akademis. Bahkan dewasa ini, kebanyakan standar untuk
pembelajaran siwa – termasuk tes yang mengukur pembelajaran – berfokus pada
hasil sistem pembelajaran kognitf. Namun, tanpa perhatian terhadap
sistem-sistem lainnya, siswa tidak akan mampu meraih potensi maksimal mereka.
Sistem ini berkembang jika informasi baru diberikan dalam bentuk satuan
pembelajaran bertema yang mengaitkan seni, musik, dan kegiatan fisik dengan
dunia nyata siswa. Perhatian pada sistem kognitif menempatkan guru pada peran
fasilitator pembelajaran dan siswa pada peran pemecah masalah dan pengambil
keputusan nyata. Seorang fasilitator menyiapkan panggung untuk pembelajaran.
Seorang fasilitator tidak mengatakan atau mengaku bahwa ia mengetahui semua
jawaban, tetapi melengkapi kelas dengan masalah untuk dipecahkan, dan menyusun
materi pendukung untuk solusi, sementara siswa memenuhi kebutuhan mereka untuk
mengetahui.
Pembelajaran
juga sangat bergantung pada kebutuhan sistem pembelajaran fisik untuk melakukan
banyak hal, serta kecenderungan siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.
Meskipun sejumlah siswa menghindari pembelajaran aktual (partisipasi aktif) dan
kinestetik (berorientasi pada gerakan atau aksi), siswa lain bisa menikmati
pembelajaran hanya jika modalitas ini dilibatkan. Sistem pembelajaran fisik
menyukai tugas akademis menantang yang mirip olah raga, dengan guru melatih,
mengilhami, dan mendukung partisipasi aktif untuk meraih sukses. Sistem
pembelajaran fisik perlu terlibat aktif, karena sistem ini tidak bisa memproses
informasi secara pasif untuk kemudian dimuntahkan kembali ke dalam ujian.
Mengembangkan
Sistem Pembelajaran Reflektif
Tanpa sistem
pembelajaran reflektif, kinerja keempat sistem otak lainnya akan memberikan
hasil yang terbatas. Sistem ini melibatkan pertimbangan pribadi terhadap
pembelajarannya sendiri. Ia menimbang-nimbang prestasi dan kegagalannya, serta
menanyakan mana yang berhasil, mana yang tidak, dan mana yang perlu
ditingkatkan. Memahami gaya belajar pribadi dan belaja rmenggunakan gaya yang
lebih disukai dapat meningkatkan prestasi akademis (Dunn & Dunn, 1992,
1993). Contohnya, jika anak-anak tahu bahwa mereka belajar paling baik jika
konsep baru diungkapkan sebagai pengalaman langsung, mereka bisa belajar
menerjemahkan informasi ke dalam alat-alat peraga, seperti kartu tugas, (task
card), papan elektrik (electroboard), atau flipchute (Dunn
& Dunn, 1992, 1993). Sistem pembelajaran reflektif menuntut siswa untuk
memahami diri sendiri, dan ini bisa dikembangkan melalui ujicoba dengan
pelbagai cara pembelajaran. Sebagai contoh, menyimpan catatan prestasi dan
interprestasi kemajuan siswa bisa menjadi petunjuk tentang sistem dan subsistem
pembelajaran yang paling efektif untuk anak tertentu. Artinya, anak-anak bisa
belajar untuk bertanya pada diri sendiri, ”Apakah aku belajar lebih baik dengan
mendengarkan ketimbang membaca, atau mempraktekkan informasi, atau ketika
bekerja bersama orang lain ketimbang bekerja sendirian?”. Otak merupakan
himpunan kesatuan yang terdiri dari banyak sistem yang saling terkait. Teori
sistem memungkinkan kita mempelajari setiap bagiannya dengan pemahaman bahwa
otak selalu saling berhubungan dan bergantung pada seluruh sistemnya, besar
maupun kecil. Kelima sistem pembelajaran berfungsi secara serentak, dan tidak
ada satu sistem pun yang bisa sepenuhnya dimatikan, meskipun kita mungkin
menyadari satu sistem saja yang bekerja pada satu waktu.
Analisis
reflektif terhadap sebuah pengalaman merupakan proses alamiah yang bisa
merendahkan atau melambungkan diri seseorang. Keduanya mungkin saja tidak
sesuai dengan kenyataan. Dengan demikian, peran guru adalah mengajar anak-anak
untuk mencermati setiap fakta dan membuat keputusan berdasarkan fakta, seperti:
”Jelas, kemampuanmu menyelesaikan soal perkalian semakin meningkat. Minggu
lalu, kamu menyelesaikan empat soal dua-digit, dan sekarang kamu menyelesaikan
enam soal tanpa kesulitan”. Karena itu, di sekolah, kecakapan menyimpan dan
menganalisis catatan perlu diajarkan untuk mengembangkan sistem pembelajaran reflektif
yang memadai, jika tidak sistem ini – dan si pelajar – bisa memandang dunia
dengan secara dangkal dan gagal berkembang maksimal.
Mengembangkan Potensi Belajar Anak dengan
”Brain-Gym”
Kegiatan
melipatgandakan kekuatan dan kemampuan otak bukanlah hal yang sepele, tetapi
merupakan suatu kebutuhan. Di dalam masyarakat kita yang kompetitif dan penuh
dengan informasi, kemampuan otak merupakan kunci untuk mencapai prestasi, baik
profesional maupun pribadi. Lebih dari dua dekade terakhir ini, penyelidikan
ilmiah terhadap otak telah memberikan hasil yang mencengangkan. Cara-cara baru
untuk mengeluarkan dan memfokuskan kemampuan lahiriah otak telah berhasil
dibuat. Semua itu dilakukan dengan keyakinan bahwa pemeliharaan otak secara
struktural akan meningkatkan fungsi otak menjadi lebih optimal. Pemeliharaan
otak tersebut dapat dilakukan dengan berbagai proses belajar, diantaranya
dengan belajar gerak, belajar mengingat, belajar merasakan dan sebagainya.
Semua proses belajar tersebut akan selalu merangsang pusat-pusat otak (brain
learning stimulation), yang mana didalamnya terdapat pusat-pusat yang
mengurus berbagai fungsi tubuh (Soemarmo Markam, 2005). Dengan menerapkan
penemuan-penemuan tersebut, sangatlah mungkin bagi kita untuk secara
besar-besaran melipat gandakan: kemampuan belajar, kemampuan ingatan, kemampuan
membaca, kemampuan mendengarkan, dan kemampuan berpikir (Jean Marie Stine,
2002). Barangkali kemampuan belajar merupakan bentuk yang paling fundamental
dari kekuatan otak. Bahkan, lebih fundamental dari pada kemampuan berpikir.
Tidak peduli betapa cemerlangnya seseorang, apabila ia tidak mau belajar,
seluruh kekuatan otak akan sia-sia. Tetapi sekalipun seseorang sangat tidak
cemerlang, asalkan mau belajar ia akan memiliki kekuatan otak untuk belajar.
Sejak
tahun 1960 para ilmuwan dari berbagai bidang telah menelaah Kondisi Belajar
Optimal atau Optimum Learning State (OLS). Peneliti dari University of Chicago,
Mihaly Csikszentmihalyi telah menguraikannya sebagai suatu “kondisi konsentrasi
yang bertimbun hingga mencapai tingkat penyerapan absolud di dalam perasaan
yang luar biasa, sehingga seseorang dapat menguasai kondisi sekarang dan
bertindak dengan kemampuan puncak yang dimiliki”. Di dalam OLS, seseorang
sepenuhnya tenggelam dalam apa yang dipelajari dan tingkat pemahamannya berada
pada kondisi maksimal. Teknik untuk sampai pada kondisi belajar yang optimal
telah di persiapkan dan dapat dipelajari (Stine, Jean; 2002).
Sedangkan
Dr. Paul Dennison & Gail Dennison melalui penelitian-penelitiannya yang intensif
di bidang pendidikan, fungsi otak, psikologi dan kinesiologi terapan telah
berhasil menciptakan suatu pendekatan unik di bidang pendidikan, yang dikenal
dengan nama “Brain Gym”. Melalui serangkaian gerak tertentu telah
diteliti pengaruhnya terhadap kemampuan untuk mempelajari berbagai kecakapan
belajar. Sebagai seorang direktur California‟s Valley Remedial Group Learning
Centers in California, Dr. Paul Dennison telah berhasil menangani anak-anak
yang mengalami hambatan belajar, baik hambatan dalam kemampuan ingatan,
kemampuan membaca, kemampuan mendengarkan atau kemampuan berpikir. Untuk
mendeteksi hambatan belajar digunakan tes otot dan gerakan yang dapat
menyeimbangkan otak agar anak dapat menggunakan seluruh potensi yang
dimilikinya (http://www.brain gym.com/html/bodyfounders. html, 2005). Pada
dasarnya “Brain Gym” dikembangkan berdasarkan Touch for Health
Kinesiology, yaitu ilmu tentang gerakan tubuh. Ilmu ini merupakan
penggabungan pengetahuan Barat (tentang tes otot dan sikap tubuh) &
pengetahuan Timur (tentang pengaliran energi). Berdasarkan T.f.H, Dr.Paul dan
Gail Dennison menciptakan suatu metode sederhana yang dikenal sebagai Brain
Gym yang merupakan inti dari “Educational Kinesiology”.
Brain
Gym merupakan serangkaian gerak yang terdiri
dari 26 gerakan sederhana yang dapat menunjang kerjasama antara otak bagian
kiri dan kanan. Pada awalnya “Brain Gym” diaplikasikan untuk membantu
anak-anak yang
mengalami
hambatan belajar dengan hasil yang sungguh menakjubkan, namun demikian dengan
upaya pengembangan yang terus menerus akhirnya “Brain Gym” dikenal
sebagai teknik yang dapat diterapkan didalam berbagai program training, baik di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, seperti dilingkungan perusahaan,
bisnis, olah raga dan seni. Hal ini karena serangkaian gerak “Brain Gym”
dapat menyebabkan fungsi otak belahan kiri dan kanan bekerjasama sehingga
memperkuat hubungan antara kedua belahan otak sebelum digunakan dalam berbagai
aktivitas. Disamping itu gerakan Brain Gym bermanfaat pula untuk melatih
fungsi keseimbangan, dengan merangsang beberapa bagian otak yang mengaturnya.
Rangkaian gerak ini mudah, murah, aman dan alami serta cocok dilakukan untuk
semua orang. Di sekolah Brain Gym akan bermanfaat untuk meningkatkan
kreativitas guru dalam menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan;
mengurangi ketegangan-ketegangan siswa dalam proses belajar; membantu siswa
untuk memanfaatkan seluruh potensi belajar alamiah melalui gerakan tubuh dan
sentuhan-sentuhan; meningkatkan kecakapan anak dalam belajar membaca, menulis,
berpikir dan kesadaran diri; dan membantu siswa yang mengalami hambatan belajar
serta meningkatkan derajat kesehatan yang prima secara sederhana dan alamiah
(Dennison P.E & Dennison G.E, 2002). Banyak pendidik dari berbagai negara
telah menggunakannya dalam kegiatan belajar mengajar dan ternyata dapat
merasakan manfaatnya. Sebagian diantaranya telah menggunakan seluruh gerakan Brain
Gym di dalam kelas setiap hari, namun sebagian hanya menggunakan
gerakan-gerakan tertentu yang berhubungan dengan aktivitas yang sedang
dilakukannya, seperti membaca selama pelajaran membaca atau menulis,
mendengarkan dan menyelesaikan soal matematika dst.
Prinsip
Brain Gym itu sendiri dimana anak diharapkan dapat menemukan irama
belajar sesuai dengan dirinyai sendiri. Penemuan tersebut merupakan perwujudan
dari sebuah mimpi panjang yang kreatif dengan mengintegrasikan pikiran dan
tubuh, lalu menggabungkan hasil kerjanya dengan seni, tari dan permainan
(Dennison P.E & Dennison G.E, 2002). Dengan latihan gerakan-gerakan yang
diajarkan dalam Brain Gym akan terjadi pemrograman gerakan
dalam
otak, sudah tentu banyak hal bermanfaat yang bisa didapatkan dari melakukan
berbagai gerakan tersebut. Beberapa penelitian telah dilakukan pula, seperti
penelitian di bidang pendidikan yang dilakukan oleh Cecelia K. Freeman, M.ED
(2000) tentang: “Pengaruh Brain Gym pada Kemampuan Membaca”. Dengan
menggunakan 205 siswa sebagai kelompok eksperimen, 12 orang guru memasukkan Brain
Gym dalam kurikulum kelas dan mereka melakukan Brain Gym bersama
minimum 15 menit per hari. Ternyata setelah diperbandingkan dengan kelompok
kontrol (yang tidak diberi perlakuan Brain Gym), hasilnya menunjukkan
bahwa anak-anak dalam kelompok eksperimen mengalami perbaikan dua kali lipat
dalam kemampuan membacanya (Dennison G.E; Dennison P.E & Teplitz J.V,
2004). Penelitian tentang “Pengaruh Brain Gym pada Sales of Insurance”
telah dilakukan oleh Robert Donovan pada tahun 1993. Hasilnya menunjukkan bahwa
wiraniaga yang ikut berpartisipasi dalam seminar Switched-On Selling/SOS
(dimana peserta diajak mempelajari gerakan Brain Gym), telah mengalami
perubahan penting dalam prestasi kerjanya. Jumlah aplikasi untuk polis asuransi
meningkat 39 %, demikian pula premi yang diperoleh meningkat 101 % (Dennison
G.E; Dennison P.E & Teplitz J.V, 2004).
Mengenal Gerakan Brain-Gymn
Rangkaian gerak Brain
Gym mencakup 26 gerakan, dimana dalam pengembangannya, pemahaman otak dan tubuh
diperluas dengan melibatkan tiga dimensi otak, yaitu: lateralitas, fokus,
dan pemusatan.
1. Lateralitas
Terkait
dengan dimensi otak kiri dan kanan yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi.
Gerakan menyeberang garis tengah dapat me-nyatukan otak bagian kiri (pikiran
rasional) dan otak bagian kanan (perasaan) sehingga orang dapat lebih bersifat
positif, mampu mendengar dengan kedua telinga, melihat dengan dua mata, menulis
dan bergerak secara luwes. Kalau bagian ini tidak seimbang maka orang akan
mengalami kesulitan untuk membedakan kiri dan kanan, gerakan kaku, tulisan
jelek, sulit membaca dan menulis.
a.
Gerakan Silang
- Menggerakkan organ tubuh kiri & kanan secara bersamaan.
- Mengintegrasikan otak kiri/kanan-seimbang, meningkatkan energi, mempermudah belajar dan menyeimbangkan emosi.
b.
8 Tidur
- Tangan lurus ke depan, naik ke kiri atas, buat angka 8 tidur
- Lakukan tiap tangan beberapa kali, terakhir gunakan 2 tangan, ikuti dengan mata.
- Mengaktifkan dua belahan otak kerjasama dengan baik, meningkatkan penglihatan, membantu penderita disleksia
c.
Coretan Ganda
- Gambarlah sesuatu dengan menggunakan kedua tangan bersamaan. Mulai dengan gerakan besar & sederhana, makin lama makin bervariasi & bentuk makin kecil.
- Meningkatkan koordinasi mata dan tangan, menunjang kemampuan berhitung.
- Mengaktifkan kedua belahan otak, menunjang koordinasi tangan dan mata, meningkatkan keterampilan motorik halus.
e.
Gajah
- Pasang kuda-kuda dan lutut ditekuk sedikit, goyangkan pinggul. Letakkan telinga di atas bahu dg tangan direntangkan ke depan.
- Bayangkan tangan menjadi belalai gajah, ikuti 8 tidur yang terletak agak jauh.
- Meningkatkan pendengaran, daya ingat dan kemampuan bicara. Mengintegrasikan penglihatan, pendengaran dan gerakan seluruh tubuh.
f.
Putaran Leher
- Bahu dinaikkan. Tundukkan kepala kedepan & putar dari satu sisi ke sisi lainnya.
- Nafaslah dengan baik dan teratur, hembuskan nafas dan bayangkan ketegangan otot ikut terhembus keluar badan.
- Meredakan ketegangan otot tengkuk dan leher, menenangkan sistem syaraf pusat, memudahkan bicara dan belajar bahasa.
g.
Olengan Pinggung
- Tangan letakkan di lantai di belakang badan. Kedua kaki diangkat sedikit sambil pinggul diputar beberapa kali ke kiri dan ke kanan, terakhir mengikuti bentuk 8 tidur.
- Menunjang koordinasi seluruh tubuh. Meningkatkan kemampuan memperhatikan dan memahami.
h.
Pernafasan Perut
- Letakkan tangan pada perut bagian bawah.
- Tarik nafas melalui hidung, hembuskan nafas melalui mulut, bibir diruncingkan.
- Nafaslah dgn benar, yaitu panjang dan men-dalam.
- Tarik nafas tahan nafas hembuskan nafas.
- Memperbaiki pasokan oksigen ke seluruh badan, terutama otak-meningkatkan energi.
- Memperbaiki kemampuan membaca dan berbicara.
i.
Gerakan Silang Berbaring
- Lakukan di lantai dengan alas pelindung.
- Posisi telentang, lutut, kepala diangkat, secara bergantian satu tangan menyentuh lutut sebelah.
- Anak yg lebih besar, menyilangkan tangan di belakang kepala dan coba menyentuh dengan siku, lutut kaki sebelah. Kaki bergerak seperti main bola.
- Mudah menerima pelajaran, menunjang kegiat-an membaca, mendengar, menulis, dan berhitung.
j.
Mengisi Energi
- Duduk di kursi secara santai. Letakkan lengan bawah dan tangan di meja, sejajar pundak dengan jari tangan sedikit ke dalam.
- Kemudian telungkup hingga dahi menyentuh meja.
- Tarik nafas sambil rasakan udara naik di garis tengah ke atas seperti air mancur yg menegakkan punggung bagian atas, tengkuk, dan kepala. Pertahankan sebentar posisi ini di mana dada terbuka lebar dan pundak relaks.
- Selanjutnya hembuskan nafas, sambil dagu diturunkan seperti posisi semula.
- Menjaga otot punggung dan tulang belakang tetap lemas, fleksibel, dan relaks.
- Memperbaiki sikap tubuh, konsentrasi dan perhatian.
k.
Membayangkan X
- Memperkuat koordinasi seluruh tubuh, mudah berpikir, konsentrasi dan komunikasi.
2. Fokus
Terkait dimensi
muka-belakang dengan melibatkan batang otak yang berhubungan dengan kemampuan konsentrasi,
mengerti dan memahami. Gerakan meregangkan otot di tengkuk dan
sepanjang kaki dapat melancarkan energi dari bagian belakang otak mengalir ke
bagian depan di mana terdapat kemampuan mengungkapkan diri. Bila bagian ini
tidak seimbang, maka otot tengkuk dan bahu tegang, kurang semangat belajar,
cepat bingung, sulit memahami dan kurang mampu meng-ungkapkan diri.
a.
Burung Hantu
- Pijat otot bahu kiri dg tangan kanan.
- Gerakkan kepala perlahan menyeberangi garis tengah, ke kiri, ke kanan, dengan tinggi posisi dagu tetap.
- Keluarkan nafas pada setiap putaran kepala, ke kiri, ke kanan dan kembali ke tengah.
- Ulangi untuk bahu kanan
- Mengurangi ketegangan otot leher, menunjang konsentrasi dan daya ingat serta kemampuan bicara dan menghitung.
b.
Lambaian Tangan
- Luruskan satu tangan ke atas di samping telinga.
- Letakkan tangan kedua di bawah siku, lewat belakang kepala.
- Gerakkan tangan pertama ke arah luar, dalam, belakang dan depan sambil tangan kedua menahan dg halus.
- Hembuskan nafas pada saat otot diaktifkan/tegang.
- Melepaskan ketegangan di otot pundak, mengontrol gerakan motorik kasar dan halus, meningkatkan koordinasi mata dan tangan.
c.
Lambaian Kaki
- Duduk berpangku kaki. Kedua tangan masing-masing memegang ujung urat/tendon bag. atas dan bawah betis (di bawah lutut dan di atas tumit).
- Panjangkan otot/carilah titik-titik tegang sambil melambaikan kaki
- Hembuskan nafas pada saat kaki bergerak ke atas atau betis terasa tegang/nyeri.
- Mengintegrasikan otak bagian muka dan belakang, melancarkan komunikasi.
d.
Pompa Betis
- Berdiri dg menyandarkan kedua tangan di kursi. Rentangkan satu kaki ke belakang dg tumit terangkat dan kaki satunya dengan lutut di bengkokkan ke depan.
- Kemudian sambil menghembuskan nafas lakukan gerakan ke bawah dengan berat badan dipindahkan ke kaki belakang sampai tumit menekan lantai dan terasa tarikan pada betis. Tahan beberapa saat pada posisi ini.
- Selanjutnya tarik nafas & tumit diangkat seperti semula.
- Integrasi otak bagian muka dan belakang, lebih mampu mengungkapkan diri.
e.
Luncuran Gravitasi
- Duduk di kursi & kaki dilonjorkan ke depan secara bersilang. Bungkukkan badan ke depan & biarkan ke bawah. Rentangkan tangan ke depan, tundukkan kepala dan badan ke bawah mencium lutut sambil menghembuskan nafas. Kemudian tarik nafas pada saat menegakkan tubuh dengan posisi tangan sejajar dg lantai. Ulangi ganti kaki.
- Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi.
f.
Pasang Kuda-kuda
- Bukalah kaki, arahkan kaki kanan ke kanan dan kaki kiri tetap lurus ke depan.
- Ambil napas dg kepala lurus ke depan, tekuk lutut kanan dibarengi hembusan nafas sambil memalingkan kepala ke arah kanan. Ulangi untuk kaki kiri.
- Menunjang ingatan jangka pendek, tubuh terasa relaks, meningkatkan perhatian, dan konsentrasi.
3. Pemusatan
Terkait dimensi
atas-bawah dengan melibatkan otak tengah yang berhubungan dengan kemampuan mengatur
dan mengorganisasikan sesuatu. Gerakan tertentu dapat meningkatkan energi
untuk menghubungkan bagian bawah otak (informasi emosional) dengan otak besar
(berpikir abstrak). Bila bagian ini tidak seimbang maka orang akan mengalami
kesulitan untuk konsentrasi, kurang percaya diri, penakut, mengabaikan perasaan
dan sulit melakukan gerakan melompat.
a.
Minum Air
- Bermanfaat untuk memperlancar pengaliran energi di otak dan seluruh badan.
b.
Saklar Otak
- Pijatlah dua titik/lekukan di bawah tulang selangka, tangan lainnya letakkan di daerah pusar.
- Variasikan dengan mata melirik ke kiri-kanan, atas-bawah, jauh-dekat.
- Rangsangan titik ini meningkatkan peredaran darah ke otak.
c.
Tombol Bumi
- Letakkan dua jari tangan di tengah dagu dan tangan lainnya di daerah pusar menunjuk ke bawah.
- Ikuti gerakan mata dari bawah ke atas dalam satu garis.
- Meningkatkan otak untuk konsentrasi dan koordinasi.
d.
Tombol
Keseimbangan
- Sentuh di belakang telinga kanan dengan beberapa jari tangan kanan, tangan kiri letakkan di pusar dan (sebaliknya).
- Menjaga keseimbangan, meningkatkan konsentrasi/ kepekaan terhadap tubuh, lebih siap menerima pelajaran.
e.
Tombol
Angkasa
- Dua jari tangan di bawah hidung dan tangan lainnya di ujung tulang ekor.
- Tarik nafas dan buang nafas dengan baik.
- Mengurangi ketegangan dan rasa takut, menenangkan sistem syaraf pusat.
f.
Menguap
Berenergi
- Pijat otot disekitar persendian rahang sambil membuka mulut.
- Menguaplah dengan bersuara untuk melemaskan otot.
- Merelakskan seluruh otot, meningkatkan penglihatan, kemampuan membaca dan bicara.
g.
Pasang
Telinga
- Daun telinga dipijit dan ditarik keluar dg jari telunjuk dan jempol – ke atas, ke samping, ke bawah.
- Mengaktifkan otak untuk mendengar, mengingat dan bicara.
- Menjaga kebugaran phisik dan mental.
Gerakan Penguatan
a.
Titik
Positif
- Sentuh dua titik di dahi, kira-kira pertengahan alis dan perbatasan rambut.
- Titik keseimbangan neuro-vaskuler.
- Darah mengalir dari hipota-lamus ke otak bagian depan sebagai pikiran logis.
- Menenangkan pikiran, stres, gugup.
b.
Kait Relaks
- Duduk, berbaring atau berdiri. Silangkan kaki kiri diatas kaki kanan di mata kaki.
- Julurkan tangan bersilangan kedepan dengan posisi jempol ke bawah, telapak tangan berhadapan dan jari saling menggenggam.
- Tarik tangan ke depan dada. Tutup mata, bernafas dalam dan teratur sambil relaks.
- Saat menarik nafas melalui hidung, tempelkan lidah di langit-langit mulut, pada waktu membuang nafas melalui mulut, lidah dilepaskan.
- Setelah itu kembalikan kaki pada posisi biasa dan ujung-ujung jari kedua tangan saling bersentuhan secara halus sambil bernapas dalam.
by : Ririn Ambarini
www.ririnambirini.blogspot.com
No comments:
Post a Comment